Beranda | Artikel
Masbûk dalam Shalat Jenazah
Minggu, 11 Desember 2022

MASBUK DALAM SHALAT JENAZAH

Shalat jenazah adalah amalan fardhu kifayah yang harus dilakukan kaum Muslimin terhadap mayat saudaranya yang Muslim. Oleh karena itu, masalah ini perlu mendapatkan perhatian serius dari kaum Muslimin. Apalagi banyak kaum Muslimin yang enggan menyhalatkan jenazah dengan berbagai macam dalih. Bahkan terkadang anak-anak mayit tidak melakukannya untuk orang tuanya yang meninggal dunia tersebut dan sibuk menyambut para penta’ziyah dan menyiapkan makanan dan minuman untuk mereka.

Orang yang menyhalatkan jenazah juga terkadang tertinggal dari imam yang memimpin shalat jenazah satu takbir atau lebih. Oleh karena itu, mengenal hukum-hukum berkenaan dengan masbûk dalam shalat jenazah perlu diketahui dengan melihat dan mengambil petunjuk yang telah dijelaskan para Ulama fikih dalam permasalahan tersebut.

Diantara permasalahan yang disampaikan para Ulama berkenaan dengan masbûk dalam shalat jenazah adalah:

Masbûk mendapati Imam dalam Sebagian Takbirnya
Apabila seorang mendapati imam dalam shalat jenazah telah bertakbir namun belum bertakbir yang berikutnya, apakah ia masuk dalam barisan makmum dengan bertakbir dan mengikuti imam atau menunggu imam bertakbir berikutnya?

Dalam permasalahan ini ada dua pendapat para Ulama:

Pendapat pertama menyatakan bahwa masbûk menunggu hingga imam bertakbir lalu bertakbir bersama imam dan tidak masuk dalam shalat diantara dua takbir. Inilah madzhab Hanafiyah  dan salah satu madzhab dalam Mâlikiyah[1] serta sebuah riwayat dalam madzhab Hanabilah.[2] Ibnul Mundzir menyampaikan ini dari al-Hârits bin Yazîd dan ats-Tsauri serta Ishâq.[3]

Dalil pendapat ini adalah:

  1. Riwayat dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa beliau berkata tentang orang yang bertemu imam dalam shalat jenazah dan imam telah mendahuluinya dalam satu takbir: Jangan sibuk dengan mengqadha’ yang telah lalu, dia harus mengikutinya. Mereka menyatakan ini adalah pernyataan yang diriwayatkan dari beliau dan tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hal yang menyelisihinya, maka jadilah ini ijma’ sukuti [4].
  2. Setiap takbir dari shalat Jenazah berkedudukan seperti rakaat dalam shalat lainnya. Masbûk yang ketinggalan mengikuti imam satu rakaat, tidak sibuk mengqadha yang ketinggalan.[5]

Pendapat kedua menyatakan bahwa masbûk yang ketinggalan sebagian takbir bersama imam dalam shalat jenazah masuk bersama imam langsung dan tidak menunggu takbir imam setelahnya dan dengan itu mendapatkan semua takbir; takbir sebelum ia datang dan setelah bersama imam. Inilah pendapat Abu Yûsuf dari Ulama Hanafiyah[6], riwayat dari imam Mâlik [7] dan madzhab Syâfi’i [8] serta yang shahih dari madzhab Hanabilah.[9] Juga merupakan pendapat al-Laits, al-Auza’i dan Ibnul Mundzir.[10]

Dalil pendapat ini adalah:

  1. Keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالوَقَارِ، وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Apabila kalian telah mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang dan santai dan jangan terburu-buru. Yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakanlah [HR. Al-Bukhâri, no. 636]

Hadits yang mulia ini jelas-jelas memerintahkan makmûm untuk shalat bersama sesuai dengan yang didapatinya walaupun hanya sedikit. Sehingga masbûk dalam shalat jenazah juga shalat bersama imam langsung ketika mendapatinya.

  1. Sudah dimaklumi bahwa masbûk mendapatkan imam dalam sebagian shalatnya lalu disyariatkan baginya untuk bertakbir dan langsung menyesuaikan imam dalam keadaannya tanpa menunggu imam selesai berpindah ke rukun yang lainnya. Demikian juga masbûk dalam shalat jenazah. Ibnu Abdilbarr rahimahullah berkata bahwa takbir pertama bagi masbûk seperti kedudukan takbirtul ihram sehingga harus dilakukannya dalam segala keadaan kemudian mengqadha yang terlewatkan setelah imam salam.

Secara ringkas yang rajih adalah pendapat kedua ini karena kuatnya dalil dan lemahnya dalil pendapat yang pertama.

Hukum Masbûk Mengqadha yang Terlewatkan dari Takbir Shalat Jenazah
Perlu diketahui bahwa para ahli fikih tidak berselisih pendapat tentang kewajiban empat takbir dalam shalat jenazah dan menyatakan bahwa itu seperti kedudukan rakaat-rakaat dalam shalat.[11] Namun mereka berbeda pendapat dalam hukum mengqadha takbir yang terlewatkan oleh masbûk dalam dua pendapat:

1. Wajib bagi Masbûk untuk mengqadha takbir-takbir yang terlewatkan bersam imam setelah imam salam dan bila tidak melakukannya maka tidak sah shalatnya. Inilah madzhab Hanafiyah[12], Mâlikiyah[13], Syâfi’iyyah[14] dan sebuah riwayat dari madzhab Hanabilah. (al-Mubdi’, 2/258). Demikian juga ini adalah pendapat Sa’id, ‘Atha’, an-Nakhâ’i, az-Zuhri, Qatâdah dan ats-Tsauri[15].

Dalil pendapat ini adalah:

  1. Shalat yang disyaratkan wudhu dan memenuhi seluruh hukum shalat adalah shalat yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dan shalat Jenazah masuk dalam hal ini. Sehingga berlaku keumuman sabdaRasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالوَقَارِ، وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا” “.

Apabila kalian telah mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang dan santai dan jangan terburu-buru. Yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakanlah. [HR. Al-Bukhâri, no. 636].

Takbir yang terlewatkan oleh makmûm adalah bagian dari shalat jenazah sehingga diharuskan menyempurnakan dan mengqadhanya.

  1. Setiap takbir kedudukanya sama dengan rakaat sehingga tidak boleh kurang dari empat. Juga karena shalat ini disyariatkan maka wajib mengqadha yang terlewatkan seperti shalat-shalat lainnya.

Syaikh bin Bâz rahimahullah mengatakan bahwa yang sesuai sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi yang terlewatkan sebagian takbir jenazah untuk mengqadhanya, karena keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالوَقَارِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا.

Apabila kalian telah mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang dan santai. Yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan maka mengqadhanya.

Cara mengqadhanya adalah menjadikan awal takbir yang didapatinya sebagai awal shalat dan yang diqadhanya adalah akhir shalatnya, karena sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Yang kalian dapati maka sholatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakanlah.

Apabila mendapati imam pada takbir ketiga maka ia bertakbir dan membaca al-Fatihah dan bila imam bertakbir lagi maka bertakbir setelahnya dan membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bila imam salam maka sang makmûm masbûk bertakbir dan membaca doa untuk jenazah yang pendek kemudian takbir keempat kemudian salam. [16]

2. Tidak wajib mengqadhanya dan hukumnya hanya sunnah. Inilah pendapat madzhab Hanabilah[17] dan mayoritas Ulamanya.[18] Juga pendapat Ibnu Umar, al-Hasan al-Bashri, Rabi’ah, Ayûb, asy-Sya’bi dan al-Auza`i.[19]

Dalil pendapat ini:

  1. Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha yang dibawakan imam Ibnu Qudâmah rahimahullah dalam al-Mughni dan Ibnul Jauzi rahimahullah dalam at-Tahqîq dan Ibnu Abdilhâdi rahimahullah diam tidak menghukumi hadits ini dalam Tanqîh at-Tahqîq, 2/1325, ‘Aisyah Radhiyallahu anha berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُصَلِّي عَلَى الْجَنَازَةِ وَيخْفَى عَلَيَّ بَعْضُ التَّكْبِيرِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا سَمِعْتِ فَكَبِّرِي وَمَا فَاتَكَ فَلا قَضَاءَ عَلَيْكِ

WahaiRasûlullâh aku shalat Jenazah dan tidak mendengar sebagian takbir (dari imam) lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa yang kamu dengar maka bertakbirlah dan yang terlewatkan maka tidak ada qadha atas kamu.’

Hadits ini disayangkan tidak didapatkan dalam kitab-kitab induk hadits Nabi, sehingga belum bisa dipastikan keabsahannya. Oleh karena itu tidak bisa dijadikan dasar dalil.

  1. Dinukilkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu bahwa beliau tidak mengqadha takbir-takbir yang terlewatkan. (dikeluarkan dari Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya 3/306). Namun dalam sanadnya ada Muhammad bin Ishâq seorang mudallis sehingga tidak bisa dihukumi shahih.
  2. Dianalogikan dengan takbir shalat Ied karena dilakukan hanya dalam keadaan berdiri.

Komisi tetap fatwa negara Saudi Arabia merajihkan pendapat pertama sebagaimana dalam fatwa mereka dalam fatwa lajnah Dâimah lil Ifta’ 8/399 dan juga Syaikh Masyhûr Hasan Ali Salmân.

Syaikh Masyhûr hafizhahullah mengatakan, ‘Yang menenangkan jiwa ini adalah masbûk apabila mendapatkan empat takbir bersama imam, sedangkan imam shalat Jenazah dengan enam takbir atau tujuh takbir, maka yang terlewatkan dan masih mendapatkan empat takbir maka tidak perlu mengqadhanya. Apabila mendapatkan kurang dari empat takbir maka hendaknya menyempurnakan empat takbir. Inilah yang saya pandang benar. (lihat http://ar.islamway.net/fatwa/31126).

Cara Mengqadha Takbir yang Terlewatkan
Para Ulama fikih sepakat menyatakan masbûk yang tertinggal sebagian takbir dalam shalat jenazah mengqadhanya setelah imam salam.[20] Hal ini berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا” وفِي رِوَايَةٍ  “فَاقْضُوا.

Yang terlewatkan maka sempurnakanlah. Dalam sebuah riwayat, “Qadha`lah!”

Namun mereka berbeda pendapat dalam cara mengqadha takbir yang terlewatkan ini dalam tiga pendapat:

1. Mengqadhanya secara berurutan langsung tanpa diselingi doa dan dzikir. Inilah madzhab Hanafiyah[21] dan sebuah pendapat dalam madzhab Mâlikiyah[22] serta madzhab Hanâbilah.[23]

Dalil pendapat ini:

  • Riwayat imam Nâfi’ dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma bahwa beliau berkata, “Tidak mengqadhanya apabila bertakbir secara urut (tanpa diselingi doa dan dzikir) maka tidak mengapa.”

Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan, “Tidak diketahui adanya yang menyelisihi dari kalangan Sahabat, maka itu adalah ijma.’[24]

  • Seandainya diqadha semua yang terlewar dari zikir dan doa-doa tentulah umumnya jenazah keburu diangkat sebelum sempurna qadhanya sehingga shalatnya batal, karena tidak boleh dilakukan tanpa kehadiran jenazah sehingga dengan hanya takbir berurutan saja lebih hati-hati. [25]

2. Mengqadha yang terlewatkan sesuai tata cara pelaksanaannya seperti biasanya dengan doa dan dzikir sesuai dengan posisi takbirnya. Inilah madzhab Syâfi’iyah.[26]

Dalil pendapat ini:

  1. keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Yang terlewatkan maka sempurnakanlah!

Qadha adalah menggantikan pelaksaan ibadah yang tertinggal, termasuk dalam hal ini semua takbir shalat jenazah yang terlewatkan. Takbir tersebut diqadha sesuai dengan pelaksanaan normalnya.

  1. pada asalnya dalam mengqadha adalah dengan tata cara pelaksanaan yang normal. Dengan dasar ini takbir-takbir yang terlewatkan diqadha sesuai dengan tata cara pelaksanaannya yang normal sebagaimana shalat-shalat yang lainnya.
  2. Shalat jenazah dengan tidak adanya jenazah tersebut (shalat ghaib) diperbolehkan karena uzur sehingga hukum menyhalatkan jenazah yang ada jenazahnya lebih bagus.

3. Masbûq mengqadha seperti tata cara biasanya apabila tidak khawatir jenazah keburu dibawa kekuburan dan bila khawatir maka bertakbir secara berurutan langsung tanpa dzikir dan doa. Inilah madzhab Mâlikiyah dan sebuah pendapat dalam Syâfi’iyah.[27]

Mereka mengkompromikan dalil-dalil dua pendapat di atas dengan membawa dalil pendapat pertama untuk keadaan jenazah yang diyakini tidak dibawa sebelum selesai mengqadhanya dan membawa pengertian dalil-dalil pendapat kedua apabila diyakini jenazah akan dibawa sebelum selesai qadhanya.

Pendapat kedua adalah pendapat yang rajih menurut pendapat komite tetap untuk fatwa negara Saudi Arabia sebagaimana dalam fatwa mereka (8/399) dan Syaikh bin Bâz rahimahullah.

Syaikh bin Bâz rahimahullah mengatakan, “Cara mengqadhanya adalah menjadikan awal takbir yang didapatinya sebagai awal shalat dan yang diqadhanya adalah akhir shalatnya, karena sabda Rasûlullâh :

 فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Yang kalian dapati maka sholatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakanlah.

Apabila mendapati imam pada takbir ketiga maka ia bertakbir dan membaca al-Fâtihah dan bila imam bertakbir lagi maka bertakbir setelahnya dan membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bila imam salam maka sang makmum masbûq bertakbir dan membaca doa untuk mayyit yang pendek kemudian takbir keempat kemudian salam. [28]

Wallahu a’lam

Semoga bermanfaat

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Lihat al-Mudawwanah, 1/163 dan adz-Dzakhîrah, 2/466
[2] Lihat al-Mustau’ib, 5/243 dan al-Ausâth, 5/449
[3] Lihat al-Ausâth, 5/449
[4] Lihat al-Badâ’i, 1/314
[5] Lihat al-Badâ’i, 1/314
[6] Al-Mabsûth 2/66 dan al-Badâ’i, 1/341
[7] al-Istidzkâr, 2/561
[8] Mughnil Muhtâj, 1/344 dan Nihâyatul Muhtâj, 2/481
[9] Al-Mubdi’, 2/257
[10] lihat al-Majmû’ 5/243 dan al-Istidzkâr, 2/561
[11]  Mughnil Muhtâj, 2/482
[12] Al-Mabsûth, 2/66
[13] Mawâhib al-Jalîl, 1/217
[14] Al-Majmû’, 5/241
[15] Lihat al-Mughni, 3/424
[16] Majmû’ Fatâwa Syaikh bin Bâz, 13/149
[17] Ar-Raudh al-Murbi’, 1/102
[18] Al-Inshâf, 2/530
[19] Lihat al-Mughni, 3/424
[20] Lihat Nihâyatul Muhtâj 2/481
[21] Lihat Fathul Qadîr, 2/126
[22] Lihat, adz-Dzakhîrah 2/466
[23] Lihat al-Inshâf, 2/530
[24] Al-Mughni 3/424
[25] Lihat Fathul Qadîr 2/126
[26] Al-Majmû’ 5/241 dan Nihâyatul Muhtâj 2/481
[27] Lihat al-Qawânin al-Fiqhiyah, 1/65
[28] Majmû’ Fatâwa Syaikh bin Bâz 13/149


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/67802-masbuk-dalam-shalat-jenazah.html